Rekonstruksi Pesantren Masa Depan

Posted by imam sahal On Kamis, 11 Oktober 2012 0 komentar


REKONSTRUKSI PESANTREN MASA DEPAN
Muhammad Fauzinuddin[1]
Pesantren adalah dimensi pendidikan yang memiliki elemen-elemen penunjang yang khas, baik elemen yang bersifat hard-were seperti : masjid, pondok, ruang belajar, kitab-kitab dan lain sebagainya. Selain itu pesantren mempunyai elemen yang bersifat soft-were, seperti: tujuan pendidikan, kurikulum, metode pengajaran, sistem evaluasi, dan perangkat lainnya yang menunjang proses belajar mengajar.
Dunia pesantren yang nyaris dipahami oleh masyarakat sebagai dimensi yang tidak berubah, yang selama ini dianggap simbol kejumudan (kebekuan) dan kemandegan (stagnasi), pada kenyataanya memiliki dinamika perkembangan yang dinamis, bisa berubah, mempunyai dasar-dasar yang kuat untuk ikut mengarahkan dan menggerakkan perubahan yang diinginkan, mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Pesantren  bukan berarti tidak memiliki kelemahan dan kekurangan, untuk itu perlu adanya perbaikan dengan cara melakukan rekonstruksi terhadap sistem pendidikan yang ada. Keharusan untuk mengadakan rekonstruksi ini sebenarnya telah dimaklumi. Bahkan dunia pesantren telah memperkenalkan kaidah yang sangat populer “Al-Muhafazhatu ‘ala al-Qadimi Ash-Shalih wa al-Akhdzu bi al-jadid al-Ashlah”, mempertahankan tradisi lama yang masih relevan dan mengambil ide baru yang konstruktif dan prospektif, harus benar-benar dipegang dan dikembangkan. Disinilah perlunya secara serius digabungkan mainstream ini (tradisional dan modern) dengan sama-sama kuat, dengan gradualisasi dan stratifikasi sinergis dan strategis.
Kebebasan membentuk sistem pendidikan baru merupakan sebuah keniscayaan, asalkan tidak lepas dari frame of ashlah (bingkai yang lebih baik). Begitu pula, ketika dunia pesantren diharuskan mengadakan rekonstruksi sebagai konsekuensi dari progesifitas dunia modern, maka sekali lagi aspek ashlah merupakan kunci yang harus dipegang. Pesantren modern berarrti pesantren yang selalu tanggap terhadap perubahan dan tuntutan zaman.
Yang perlu diperhatikan di sini, rekonstruksi sistem pendidikan pesantren bukan berarrti merombak seluruh sistem yang ada yang berakibat hilangnya jati diri pesantren. Sistem pendidikan pesantren tidak seluruhnya baik dan tidak seluruhnya jelek, untuk itu pimpinan pesantren dituntut untuk dapat memilih dan memilah mana yang harus diperbaharui dan mana yang harus dipertahankan.
Rekonstruksi sistem pendidikan pesantren tidak harus merubah orientasi atau mereduksi orientasi dan idealisme pesantren sebagai lembaga tafaqquh fi al-din dalam pengertian luas yakni diharapkan para santri dan alumninya tidak hanya memahami pengetahuan agama saja, namun sekaligus memahami muatan ilmu-ilmu umum. Disini ada beberapa pondok pesantren seperti Gontor, Sidogiri, Darunnajah, Baitul Arqom, Al-Amin, Nurul Jadid, Darul Ulum, dll telah mengembangkan sistem kesetaraan (mu’adalah) hal ini juga sekaligus dalam merespon berbagai aspirasi dalam masyarakat. Pelajaran agama tidak hanya diartikan ilmu-ilmu keagamaan dan apriori terhadap ilmu pengetahuan dan takhnologi, sehingga diharapkan pesantren mampu melahirkan ulama-ulama yang intelek yang mampu mencetak Generasi Bangsa yang Kompeten di Berbagai Bidang dan mampu menjawab tantangan zaman.
Dalam kondisi demikian, pesantren diharapkan mampu memecahkan tantangan zaman, yang mengarah pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta informasi. Pencetak generasi bangsa yang kompeten di berbagai bidang dan yang perlu dicatat, pesantren harus mempertahankan khazanah luhur pesantren, khususnya berupa tradisi keilmuan dan budaya yang dikembangkan pesantren.
Kemudian, untuk mengacu pada perkembangan pesantren, setidaknya ada lima elemen pesantren yang menjadi titik tolaknya. Kyai, santri, pondok, masjid dan kitab kuning yang merupakakan lima pilar yang menjadi ruh pesantren. Baik buruknya dan maju-mundurnya pesantren tergantung pada lima hal pokok tersebut. Dari kelima hal pokok itulah pesantren dibangun untuk menuju pada keberdayaan pesantren dalam rangka menuju masyarakat sipil  di Indonesia.


[1] Muhammad Fauzinuddin, Penulis buku Kamus Kontemporer Mahasantri 3 bahasa, Buku Antologi Bilik-bilik Islam dan Novel Be a Great Santri serta Pengelola Pesantren Journalism Community (PJC) di Pesantren Mahasiswa IAIN Surabaya.

Semoga artikel Rekonstruksi Pesantren Masa Depan bermanfaat bagi Anda.

Jika artikel ini bermanfaat,bagikan kepada rekan melalui:

Posting Komentar