MENJADIKAN INDONESIA LEBIH BAIK SANTRI DAN POLITIK BANGSA

Posted by imam sahal On Kamis, 11 Oktober 2012 0 komentar


MENJADIKAN INDONESIA LEBIH BAIK, SANTRI DAN POLITIK BANGSA
Oleh:  Hafidzul Aitam (Mahasiswa Santri PBSB IAIN Semarang)

Perkembangan masalah dalam kehidupan berbangsa di Indonesia merupakan sebuah tantangan yang sangat besar. Hal tersebut disebabkan karena berbagai dinamika moralitas dan hedonisme yang saling bersaing dalam angan para penggerak maupun Individu-individu Indonesia. Kebesaran ideologi yang ada dan tertanam ditengah budaya kita semakin hari terkikis dikarenakan berbagai anomali bangsa lain (faktor kebebasan global dan penyempitan sekat yang memaksakan terjadinya pembauran term kehidupan) terlalu mengintimidasi perkembangan bangsa kita, dengan terbukanya akses bebas atas hubungan multilateral negara-negara mengakibatkan berbagai hal yang tak diinginkan menjangkiti berbagai aspek kehidupan bangsa baik politik kenegaraan, budaya, ekonomi, sistem tatanan sosial, gaya hidup maupun daya kreatifitas hidup rakyat.



Menanggapi kemelut yang terjadi ditengah kehidupan berbangsa, seharusnya kita mulai sadar bahwa hal tersebut menjadikan cela bagi perkembangan kedepan. Moralitas bangsa kita yang telah ambruk oleh idealisme jabatan dan posisi kemasyarakatan sudah terlalu parah untuk bisa dikomparasikan dengan nilai-nilai baik yang tercipta pada kehidupan. Saat ini telah banyak berkembang Generasi-generasi peniru, yang tak memberikan manfaat sedikitpun bagi grafik kehidupan rakyat kita. Masyarakat semakin phobia dengan apa yang dinamakan budaya sendiri sehingga mereka alergi terhadap pengembangan dan penempatan kebudayaan. Nilai pesimistis pun terjadi sekiranya semua dampak buruk tersebut berkembang menjadi pola pikir kebanyakan orang awam, ditengah kelangsungan perkembangan negara kita pastinya akan diiringi monopoli tak baku atas pemikiran subjektif akan langkah perubahan. Semakin gencar krisis kepercayaan merupakan hasil sempurna atas latar belakang penyimpangan prosedur terlaksana pada hal perpolitikan, tak akan menjadi hilang dalam ingatan kita berbagai kasus yang menyinggahi pejabat dan orang-orang kepercayaan rakyat, selain itu juga banyaknya teladan-teladan yang dipedomani atas pembentukan wacana gaya hidup secara eksplisit tak akan sesuai dengan budaya keadatan kita. Tampaknya dalam pemberitaan media banyak hal negatif yang selalu dikumandangkan secara beriringan dari stasiun televisi “ini” dan “itu”. Kita telah belajar dari media massa dan dari sebagian atau seluruhnya, tata cara berkorupsi dengan santun, telah terlenakan atas kemustahilan hidup pada animasi instan dari sudut pandang perjuangan pembangunan, selain itu juga masih banyak orang indonesia yang tak betah lagi untuk menyinggahi Indonesia karena berbagai wawasan keindonesiaan yang tiada lagi eksistensinya. Berbagai hal tersebut mungkin telah termaklumi, tak perlu menyalahkan para bapak pendahulu kita yang memulai kecelakaan sejarah, tidak akan diperlukan lagi demonstrasi yang digerakkan dengan kepentingan personal, banyak hal yang telah melenakan kita dan semua hal itu menjadi suatu hal lumrah dan akan timbul disetiap tahunnya.
Gambaran kebangsaan yang telah disebutkan diatas memiliki indikasi atas kurangnya pembentukan individu, walaupun masih banyak sebab pendukung atas terhambatnya perpindahan kelas kita (dari bentuk negara miskin serta terbelakang kearah negara berkembang atau begitu juga dari fase perkembangan kepada bentuk negara maju) yang mencakup kepada bentuk sistem, hukum acara maupun medan diterapkannya sistem akan tetapi hal yang paling mendasar yang perlu diperhatikan adalah bagaimana membentuk mental perseorangan dan institusi yang bermoral. Hal tersebut jauh dikatakan cukup karena unsur keagamaannya selalu disingkirkan sehingga banyak penyimpangan terjadi karena lupa akan Tuhannya. Kredibilitas kita sebagai bangsa yang beradab dipertaruhkan dengan satu persoalan politik krusial, persoalan manifestasi wawasan agama dan berketuhanan tak dapat disingkirkan dengan prihal bahwa topik yang kita hadapi dan masuki adalah tentang persoalan keduniaan dan sosial. Keengganan kita (umat islam) sebagai pembentuk isu-isu dunia perpolitikan menggambarkan bagaimana pragmatisnya referensi. Asumsi tentang kawasan wilayah politik yang tak boleh terjangkau akan permasalahan dan solusi agama menggambarkan terlalu taqlid terhadap apa yang dikembangkan dan digemborkan oleh beberapa tokoh islam nasional. Pemahaman seperti itu memberikan berbagai suku kata baku untuk umat Islam Indonesia tentang ketidak-becusan umat kita menjadi pengayom atas kehidupan sekitar, dan juga tidak bisa menjadi duta terhadap nilai “Rahmatan lil‘Alamin”.

Dengan beberapa problematika kebangsaan diatas, semua hal tersebut menumpulkan konsentrasi Indonesia menjadi negara berkembang secara utuh, dari berbagai permasalahan kehidupan berbangsa yang mendasari kemelut tersebut adalah tidak terpolanya ujung permasalahan, dan ujung permasalahan tersebut berada pada euforia kehidupan politik. Terkesan sering kehidupan politik bangsa kita diragukan dengan berbagai cela, intensitas politik yang ada didalam obrolan-obrolan masyarakat adalah merupakan bentuk sistem yang ragu, bentuk sistem yang telah terbohongi sehingga penyesalan kepercayaan mereka (masyarakat) terhadap para elite semakin menjadi. Sebenarnya menjadikan dinamika ketidak-tahuan orang awam merupakan kebodohan terorganisir, sebagai titik awal penderitaan dalam kehidupan mereka. Beberapa kali kita memperhatikan gelagat perkembangan kualitas pemilu tahun sebelumnya walaupun telah berada pada fase reformasi dan demokrasi kebangsaan akan tetapi esensi dari apa yang dimaknakan dalam hal pemilu demokratis bebas, rahasia maupun elektabilitasnya sangatlah mengecewakan. Masih banyak hasil dari ajang pemungutan suara terbesar tersebut sarat dengan politik pencitraan, permainan kekuasaan maupun dengan politik penyuapan.
Politik, berbicara tentang hal ini mungkin layak kita gambarkan sebagai titik tolakan terhadap pengaruh kedepan dari aspek kehidupan selanjutnya. Masalah politik adalah masalah dasar yang menggiring praktisinya maupun objek dari politik (dalam hal ini adalah masyarakat) memasukan dan menikmati keadaan akibat yang dibentuk dengan proses politik yang diterapkan. Selain itu juga mengatakan bahwa praktisi politik yang selama ini berkecimpung di negara ini masih sangatlah awam, mereka tak terbekali dengan moralitas kebijaksanaan dan rasa akan bertanggung jawab sehingga sering kita mendengar amanah-amanah pembangunan yang diharapkan akan terlaksana dan terpenuhi ternyata terbengkalai begitu saja. Hal tersebut disebabkan atas ke-awaman masyarakat kita tentang pendidikan politik dan anggapan ketidak-tahuan tersebut didukung dengan berbagai upaya mawas diri atas ruang politik yang terbuka lebar untuk menghancurkan sistemasi kehidupan sosial.
Berangkat dari sudut pandang bahwa porsi pemerintahan dan politik sosial tak pernah diambil oleh orang Islam (dalam hal ini Islam yang memang terealisasi sebagai keseharian nilai-nilainya walaupun pada kenyataannya ada orang islam yang menjabat, akan tetapi itu sekedar label legalitas keagamaan tanpa rasionalitas prilaku), penulis memberikan wacana dimana akan adanya sisi tersendiri yang diperuntukkan generasi santri baik dari kalangan pondok salaf maupun modern. Tujuannya bukanlah untuk mengajarkan dan mempengaruhi santri kearah politik yang dikatakan kotor akan tetapi tujuan utama merupakan bentuk kesatuan visi membangun negara beradab dan berketuhanan. Selain itu juga dalam tulisan ini akan dipaparkan beberapa hal yang mungkin perlu dipersiapkan untuk mengambil alih peran-peran sentral dalam pemerintahan.
Memfungsikan Generasi Santri, merupakan salah satu penghargaan atas upaya umat islam menciptakan generasi ber-azaskan keagamaan, bentuk pelegalan tentang adanya esensi dan volume kuat saat ini berkembang pesat dengan membentuk berbagai wacana baru dimana dalam pendidikan harus dilandaskan atas nilai-nilai ideologi keagamaan, seiring perkembangan hidup mengarahkan kepada hal yang tabu dan harus dilakukan. Mulai dari sekarang paradigma yang berkutat pada dunia pesantren seharusnya telah dirubah. Banyak dari santri dan praktisi pondok pesantren memiliki kredibilitas kerja maupun kinerja sempurna dengan keterampilan khas pesantren. Sudut pandang lain yaitu apabila umat islam khususnya intelektual muslim tak memanfaatkan maka akan ada proses berkelanjutan dimana posisi-posisi tersebut ditangani oleh orang-orang yang tak memiliki berbagai aspek mendukung kehidupan secara sistematis.
Pesantren dalam istilah eksistensi moral bangsa merupakan lapisan terpenting dalam mempertahankan akulturasi dan otentisitasnya. Tak akan pernah terpindahkan kepada hal lain, maka dari itu pesantren memiliki posisi penting dan sangat berjasa terhadap Indonesia.
Pesantren merupakan transformasi nyata dakwah Islam Indonesia. dengan semakin meluas jangkauan interaksi dan komunikasi baik antar daerah maupun antar negara, kehidupan dimasyarakat kita mengalami evolusi, fase perubahan dalam kehidupan masyarakat dipengaruhi nilai-nilai yang dibawa oleh negara lain, terjadinya asimilasi dalam kehidupan sosial, budaya dan agama. Perpindahan orientasi pola berpikir masyarakat menuntut kita dalam dunia kepesantrenan membuka ruang baru dalam berpikir dan menyingkapi kehidupan masyarakat tidak lagi akan terpengaruh atas upaya kita mengembalikannya dengan upaya dakwah yang minimalis terbingkai hanya dalam kajian tabligh akbar, khutbah jum’at, kuliah tujuh menit, pengajian ibu-ibu taklim maupun bimbingan rohani para dai’, bagi dunia pesantren dan dunia yang kita miliki hal pertama adalah merancang format-format kebangsaan sebagai generasi islam mengalokasikan dakwah, dan pasti titik yang akan terfokuskan kepada hal politik.
Berbicara tentang politik, bukan berarti hanya terkonteks kepada pemenuhan kuota suara dukungan ataupun meleburkan dirinya kedalam partai politik. Selain itu juga bukanlah sebuah istilah yang tabu jika kita membicarakan politik dengan mengaitkan dengan adanya term kepentingan didalamnya. Menggagaskan sistemasi yang beradab merupakan hakikat dari politik dan pengembangan secara temporal kemenangan tujuan institusi maupun negara sebagai main goal dalam kehidupan berpolitik. Berpolitik dalam beberapa kaidah mengantarkan kita kedalam bentuk penanganan suatu masalah dan politik merupakan sarana legal yang diamanatkan dalam setiap konstitusi baik yang bersifat kodifikasi maupun non-kodifikasi. Berkaitan sebagai bagian dari hierarki kebangsaan, santri merupakan intelektual religi yang selama ini dikesampingkan atas posisinya dalam masyarakat.
Alasan utama kita mengenalkan dunia politik kepada santri dan kalangan pesantren dalam istilah hukum kosmos yang dipaparkan oleh Sayyid Qutb dimana elemen keislaman indonesia yang tertuang pada kepesantrenan memiliki konfigurasi teologis baik hakikat maupun teoritisnya. Sistem perpolitikan yang sejak masa nabi dicontohkan sebagai upaya strategi dakwah memiliki cakupan prinsip berkenaan tentang teori keadilan, Syura, kebebasan dan persamaan yang jika dibandingkan dengan sistem demokrasi tak akan berbeda jauh. Selain itu juga dalam fiqh siyasiyah yang digagaskan oleh pergerakan harokah memberikan landasan dimana perjuangan Islam yang terwakilkan pada dunia pesantren mengibaratkan tidak tertutup kemungkinan menjalar kedalam dunia kebangsaan dan kehidupan bernegara. Kontrol sosial yang akan dibangun tidaklah terpusatkan kepada kelayakan dalam mencitrakan diri, akan tetapi lebih mendalam lagi kepada peran keikhlasan yang dalam bimbingan sesepuh maupun kiai. Selain itu juga perbandingan bangsa kita apabila praktrisi kepesantrenan tidak pernah peduli kepada bangsa, akankah mereka rela semua porsi pemerintahan dipenuhi oleh orang tak bermoral dan tak ikhlas?
Santri sebagai salah satu benteng tumpuan bangsa dalam pertahanan martabat dan esensi budaya diharapkan menggeliat lebih peduli dan tanggap dengan kehidupan sosial sehingga tak akan pernah lagi diceritakan hilang dan cela mengenai peran terhadap negara. Saat ini hanya baru beberapa orang saja yang memiliki background santri dan lulusan terbaik dari pondok pesantren yang memasuki zona perpolitikan bangsa. Mereka adalah aset yang sangat berharga dan mengiringi perkembangan sejarah walaupun pengaruh nilai-nilai moral keislaman tak begitu keras terlihat. Fiqh siyasiyah yang digagaskan merupakan gabungan terhadap kebijaksanaan sosial dan solusi muamalah agama. Poros perpolitikan yang akan tercipta merupakan kesinambungan keprihatinan terhadap kerusakan moral yang terjadi, santri memformatkan pola pikir untuk membangun dan mengembangkan dalam lingkup sewajarnya, terlepas dari sudut pandang pesantren salaf maupun modern. Kehidupan santri merupakan ciri individu tangguh dan visioner, memenuhi 10 karakter yang dikategorikan dan dirumuskan Hasan Al Banna sebagai salah satu tokoh aktivis gerakan muslim negarawan.  
Modifikasi baku yang dibawa dalam pengembangan politik kepesantrenan ditekankan pada karakteristik praktisi dalam menghadapi bentuk-bentuk pemerintahan. Saya kira dalam kehidupan pesantren nilai ikhlas maupun budaya kebesaran keadilan dan persamaan tersimpul erat. Pemanfaatan potensi tersebut bukanlah upaya intimidasi dan penyimpangan hakikat pesantren, karena keterbatasan kondisional diluar area pesantren menuntut adanya beberapa tambalan dukungan dan pencerahan. Dalam penjalanan roda amanah jabatan hal terpenting adalah dimana tercipta konsep “Sam‘u wa ‘atha’u ”.  diperlukan konsep tersebut didasarkan alasan mengintrospeksi kedaulatan yang telah dibangun oleh pemerintahan para Rasul dan Sahabat.

Berkaca kepada bentuk politik yang contohkan oleh rasul, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah adanya sistem Syura Demokratik yang lebih berbeda dengan demokrasi barat yang metodelogis. Bentuk ini mengedepankan ‘aqdul Ba’iah (kontrak politik kesetiaan) terhadap pemimpinnya. Hal ini  adalah hal mendasar karena kesetiaan merupakan upaya menumbuhkan bentuk amanah sebagai praktisi pemerintah. Konsep diatas tidak membentuk praktisi (diharapkan santri) untuk taqlid buta,  kesetiaan yang tergambar pun dimaksudkan kesetiaan diimbangi dengan sikap kritis dan mau dikritisi, sebagai bentuk keterbukaan dalam berpolitik.
Jadi secara jelas, untuk semakin memberikan bentuk kontribusi maka bagi santri seperti kita tak ayal harus berkecimpung kepada kehidupan perpolitikan bangsa. Inti dari pembahasan tersebut bukan memprovokasi agar pihak pesantren berkecimpung dalam partai politik, yang saya tekan kan dalam pembahasan wacana ini adalah semakin kuat volume kontribusi dunia kepesantrenan sebagai salah satu bagian tata masyarakat, dan juga di harapkan santri-santri dapat menjadi tauladan berpolitik dengan tidak mengedepankan asumsi layak atau tidak layak, selama terdapat kebaikan dan terpenuhi kinerja tidak masalah untuk mengambil jalan tersebut untuk mendukung pembangunan.
Selanjutnya perubahan yang maksimal akan ditemukan dalam bentuk politik yang dijalankan oleh santri, keberadaan amanah akan semakin diperhitungkan. Kedisiplinan bagi setiap orangnya akan terlaksana dan managemen keikhlasan sebenar-benarnya akan dapat menghambat bentuk korupsi yang marak terjadi dikalangan anggota dewan maupun pejabat publik.
Hal yang perlu dibangun setelah adanya pendasaran aqidah dan kemuliaan nalar maupun moral adalah bentuk strategi-strategi politik dan esensi dasarnya. Kita ketahui pada pendidikan dan kurikulum pondok salaf maupun modern masih minim akan adanya pembinaan dan pematerian atas pendidikan politik. Hanya pelajaran kewarganegaraan ataupun PMP yang memberikan wawasan terbatas tentang kehidupan kebangsaan. Sebenarnya dalam kehidupan sosial pondok pesantren praktik nilai-nilai demokrasi telah diterapkan secara baik dan benar dengan peraturannya. Dilihat dari struktur organisasi santri pun telah berjalan bentuk penerapan politik secara garis baku. Pendidikan perpolitikan, secara garis besar mengasimilasikan prinsip dasar politik dengan nilai moral agama bentuk yang akan didapatkan merupakan satu terapan yang mengedepankan kemanfaatan peran setiap pelaku dengan memberikan maslahat.
Pendidikan politik merupakan nilai praktik, dan meng-agama-kan politik menjadi lebih santun dan terarah merupakan keinginan setiap masyarakat. Hal ini disebabkan karena masyarakat bosan dengan politik yang asusila, tiada memiliki kehormatan dan rasa malu dengan alasan-alasan hak asasi manusia. Santri yang menjadi teladan dalam ilmu keagamaan dapat menjadi acuan lain dalam berpolitik. Santri memberikan sudut pandang ukhrowi dan duniawi secara jelas dengan berdasarkan pemahaman keagamaaan yang berdasarkan kepada kewajaran. Santri dapat memberikan pencerahan baru terhadap asumsi berbagai masyarakat tentang politik yang terlalu sempit sekarang ini. Dengan kehadiran santri sebagai praktisi politik semakin membuka peluang kontribusi kepada umat secara langsung atas perjuangan sebelumnya memenuhi bekal dalam berkehidupan. Santri dalam politik mengawalkan adanya transformasi dakwah yang selama ini sempit maknanya. Santri yang berkecimpung dan mulai berurusan dalam hal kenegaraan merupakan kontribusi yang utama dan paling nyata untuk diberikan kepada negara ini tanpa menghilangkan kasta yang selama ini dibangun oleh asumsi masyarakat.
Sekarang pesantren merupakan tren untuk membangun kekuatan martabat bangsa, santri merupakan aktivis yang mengkaji berbagai sosialitas beragama dengan pertimbangan kemaslahatan bagi seluruh elemen masyarakat, dan juga pendidikan moral menjadikan mereka bertahan terhadap amanah-amanah kepemerintahan. Bukanlah merupakan sebuah cela maupun aib jika bangsa ini dipimpin dan ditangani oleh santri, hal tersebut merupakan keistimewaan dan akan membantu menghadirkan berbagai kerahmatan dipenjuru alam.
Dengan kata lain antara dunia kepesantrenan dengan pemerintah harus adanya komunikasi untuk membangun tatanan baru terlepas kasta yang selama ini disematkan oleh wacana-wacana lokal Indonesia.
Edisi terbaru dalam wacana kepesantrenan dalam memaksimalkan peran dunia pesantren untuk membangun negeri sudah dimulai sejak beberapa tahun sebelumnya. Selama ini pesantren berdiri sendiri dalam operasionalnya secara terpisah akan tetapi semenjak tahun 1990 telah mendekat dan berkoordinasi dengan pemerintah. Langkah pendekatan pemerintahan dilakukan dengan harapan akan adanya pemenuhan kewajiban akan tugasnya mensejahterakan masyarakat selain itu harapan dari pemerintah adalah pesantren dapat mencetak generasi santri berkompeten.

Pondok pesantren semakin dekat dengan pemerintah memberikan peluang bagi santrinya untuk mengembangkan teologi kebangsaan, memberikan posisi yang sepantasnya diisi oleh santri yang telah terbina. Kita sebagai momok utama dalam perkembangan pesantren dan bangsa harus memulai meminimalisir bentuk politik dan sistematisasi kehidupan pemerintahan yang tak sesuai dengan areal harapan konstitusi. Santri membentuk areal terbaru dengan tidak meninggalkan nilai-nilai dasar yang telah tertuang didalam Nash-nash keagamaan maupun Pancasila, memisahkan kehidupan berbangsa dan bernegara dari nilai-nilai Agama adalah upaya untuk merumuskan pemerintahan Amoral dan tak beradab. Agama adalah sekat-sekat yang menjaga pada lintasan sewajarnya untuk mencapai tujuan Negara yaitu mensejahterakan dan memakmurkan rakyat yang beraada didalamnya.
Pada akhirnya dengan adanya koordinasi searah, diharapkan indonesia menjadi lebih baik dan berkembang. Hidup mahasantri Indonesia, Politik bersih Yes, kedholiman No.


Semoga artikel MENJADIKAN INDONESIA LEBIH BAIK SANTRI DAN POLITIK BANGSA bermanfaat bagi Anda.

Jika artikel ini bermanfaat,bagikan kepada rekan melalui:

Posting Komentar